Biografi lengkap Imam Muslim (Imam Muslim Bin Al Hajjaj An Naisuri)

 


1.NAMA,KELAHIRAN DAN SIFAT SIFATNYA

        Nama lengkapnya adalah Muslim Bin Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kawosyads Al Qusyairi An Naisaburi.Nama panggilannya adalah Abul Husain.Dia adalah Imam Besar,hafidz,menjadi hujjah dan shadiq (berlaku benar).Imam Muslim lahir pada tahun 204 Hijriyah.Abdurrahman As Sulami berkata : Aku pernah : Aku pernah melihat seorang syaikh yang wajah dan pakainnya rapi dan bagus. Orang tersebut mengenakan slendang di pundak dan sorban dengan kedua ujungnya di biarkan menjulur di antara ke dua pundaknya sehingga dia tampak agung. Orang berkta bahwa orang itu adalah Imam Muslim. Setelah mendengar itu para pejabat pemerintah menyongsongnya. Mereka berkata : Amirul Mukminin telah memerintahkan agar imam muslim masuk ke masjid jami' untuk bertakbir shalat bersama sama manusia. Al Hakim berkata bahwa ia telah mendengarkan ayahnya bilang : Aku telah melihat Imam Muslim bin Al Hajjaj memberikan hadist di daerah khan Makhmasy. Dia berbadan tinggi, rambut dan janggutnya sudah memutih,sedangkan ke dua ujung sorbannya di biarkan terurai di antara ke dua pundaknya.

2.SANJUNGAN PARA ULAMA TERHADAPNYA

        Ahmad bin Salamah berkata : Aku telah melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim mendatangi Muslim untuk mengetahui hadist shahih yang diriwayatkan beberapa syaikh di masa mereka. Abu Amr Ahmad bin Mubarok mengatakan : Aku telah mendengar Ishaq bin Manshur berkata kepada Imam Muslim bin Al Hajjaj Kami tidak akan pernah sepi dari kebaikan selama ALLAH masih memberikan kesempatan kepadamu berada di tengah tengah kaum muslimin. Abdurrahman bin Abi Hatim berkata : Imam Muslim bin Al Hajjaj adalah orang tsiqah dan termasuk ulama hafidz. Aku telah menulis hadist darinya di daerah rai. Ketika ayahku di tanya tentangnya,maka ayahku mejawab bahwa Imam Muslim bin Al Hajjaj adalah jujur. Muhammad bin Basyar berkata : Orang paling hafidz di dunia ini ada empat, yaitu Abu Zur'ah di daerah Rai, Imam Muslim bin Al Hajjaj di daerah Naisabur, Abdullah Ad Darimi di daerah Samarqand dan Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) di daerah Bukhara.

        Abu Amr bin Hamdan berkata Aku telah bertanya ke Ibnu Uqdah Al Hafidz, antara Muslim bin Al Hajjaj dan Imam Al Bukhari, manakah yang lebih pandai?? Dia menjawab "Telah ada pada zaman Imam Bukhari sebagai orang yang pandai dan Imam Muslim bin Al Hajjaj adalah seorang yang pandai". Ketika aku mengulangi beberapa kali pertanyaanku itu akhirnya ibnu uqdah berkata : Wahai Abu Amr, Muhammad bin Ismail pernah salah dalam meriwayatkan hadist dari penduduk syam. Yang demikian itu karena Muhammad bin Ismail mengambil kitab dari mereka lalu menghafalnya. Barangkali disebutkan dalam catatan kitab tersebut nama perawi hadist dengan nama panggilannya an di sebutkan di tempat lain dengan nama aslinya,sehingga Imam Bukhari menyangka bahwa kedua nama tersebut adalah dua orang. Sedangkan Muslin bin Al Hajjaj prosentasi salah dalam illt illat hadist lebih karena dia menulis hadist yang mempunyai sanad dan tidak menulis hadist maqthu' (terputus jalur periwayatannya) dan hadist mursal.

        Kalau di perhatikan, maka dalam Shahih Bukhari kebanyakan hadist hadistnya berbentuk hadist maqthu', hadist mauquf dan hadist mu'allaq. Karena tujuan Imam Bukhari selain memilih hadist hadist yang shahiih saja dalam kitabnya, dia juga menekankan sisi ketepatan dalam istimbat hukum hukum fiqih. Sedangkan Imam Muslim dalam kitabnya hanya bertujuan mengumpulkan sejumlah hadist hadist shahih saja agar dapat di gunakan sebagai rujukan. Oleh karena itu Imam Muslim mengklasifikasikan setiap judul dalam kitabnya dengan nama kitab tanpa di ikuti bab bab di bawahnya sebagai penjabaran kitab tersebut, Cara ini berbeda dengan Imam Bukhari yang menggunakan bab bab yang di situ dia mencantumkan hadist hadist mauquf, hadist maqthu' dan hadist mu'allaq sesuai dengan pandangannya dalam hukum fiqih, Semoga ALLAH memberikan rahmatnya kepada mereka berdua. Daerah Naisabur telah mengeluarkan tiga ulama besar, mereka itu adalah Muhammad bin Yahya Adz Dzahuli, Muslin bin Al Hajjaj dan Ibrahim bin Abi Thalib.

        Imam An Nawawi mengatakan para ulama telah sepakat akan ke agungan, keinginan dan martabat Imam Muslim bin Al Hajjaj dalam membuat karya kitab shohih muslim. Melalui karya tersebut, dapat di ketahui betapa kokoh keilmuan dan dahulunya dia melebihi yang lain. sistematika penulisan yang tertib dan periwayatan hadist yang baik tanpa ada sebelumnya, tanpa lebih dan kurang merupakan bukti nyata atas semua yang aku sampaikan ini. Lebih lanjut, Imam Nawawi berkata Ketahuilah bahwa sesungguhnya Imam Muslim bin Al Hajjaj adalah Imam terkenuka dalam bidang hadist  sekaligus penerus karya dalam bidang hadist. selain dia sebagai seorang yang hafids dan jeli dalam bidang hadist, dia juga telah melakukan perjalanan utuk melakukan perjalanan untuk mendapatkan hadist ke bebrapa negara dan daerah. Bagi orang yang pandai dan berpengalaman, maka tanpa ragu lagi akan mengakui bahwa Imam Muslim adalah orang pertama yang menyusun hadist seperti yang demikian itu. Muhammad bin abdil Wahab pernah berkata bahwa Imam Muslim aalah ulama umat islam ang menguasai banyak disiplin ilmu. Al Hafizh berkata Dia rang tsiqah, hfizh, imam dan menelurkan karya.

3.PENTINGNYA KITAB SHAHIH MUSLIM

        Imam An Nawawi mengatakan : Dalam kitab shahih muslim,hadist hadist dan jalur periwayatan nya di sajikan kepaa pembaca dengan susunan dan pemaparan yang tertib dan indah. Keindahan itu dapat di temui dan tahqiq Imam Muslim yang matang terhadap jalur periwayatan hadist,sehingga substansi kitab sangat dalam dan penuh dengan aneka macam bentuk kewara'an dan kehati hatian. Pola penyajian hadist dengan ramping dan ringkas dilakukan setelah dia mengoreksi jalur periwayatan hadist dengan menyeleksi dan membatasi makna hadist agar tidak terlalu melebar. Hal itu hanya bisa di tempuh oleh orang orang yang pandai,mengetahui dan memiliki banyak riwayat hadist.

        Berangkat dari sini,barangsiapa memperhatikan dan mencermati kandungan kitab tersebut, maka ia akan tahu bahwa Ima Muslim adalah seorang imam di mana orang di masanya tidak ada yang dapat melebihinya. Sedikit sekali manusia bisa memiliki kemampuan seperti dirinya. Bahkan di masanya saja,tidak banyak orang yang mempunyai kemampuan seperti yang di milikinya. Yang jelas, ini semua adalah karunia ALLAH yang di berikan kepada siapa saja yang di kehendaki nya, sesungguhnya ALLAH memiliki karunia yang agung. Al Hafidz berkata Dalam kitab Al Jami' karya Imam Muslim bin Al Hajjaj terdapat kandungan dan manfaat yang besar yang belum dapat di hasilkan oleh orang lain. Oleh karena itu, ada sebagian ulama lebih mengunggulkan atas kitab As Shahih karya Imam Bukhari karena beberapa pertimbangan.

        Di antaranya karena faktor terkumpulnya semua jalur periwayatan hadist dan pola penyampaian yang mudah di pahami pembaca. Di samping itu, Imam Muslim selalu berusaha menyampaiakn matan hadist sebagaimana dia terima dari syaikh nya tanpa memutus riwayat dan tidak pula meriwayatkan hadist dengan maknanya. Sebagia penduduk Naisabur telah berusaha untuk mencoba meniru seperti yang telah di lakukan Imam Muslim dalam kitab karyanya Al Jami',akan tetapi mereka tidak mampu. Maha suci dzat pemberi yang pemberian nya sangat banyak. Ibnu Katsir berkata Menurut kebanyakan ulama, Muslim bin Al Hajjaj adalh penelur karya kitab As Shahih yang urutan kedudukannya setelah kitab Sahih Al BUKHARI . Sedangkan menurut ulama di daerah islam bagian barat, termasuk di dalamnya terdapat Abu Ali An Naisaburi, kitab shahih muslim lebih utama aripada kitab Shahih Bukhari. Mereka yang mengunggulkan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari dengan maksud jarena di dalam shahih muslim tidak terdapat hadist mu'allaq kecuali sedikit sekali.

        D i samping itu semua hadist dalam kitab Shahih Muslim yang mencakup satu pembahasan,hadistnya di sebutkan secara utuh. Hal ini tidak seperti dalam Shahih Bukhari yang menyebutkan hadist denagn sepenggal penggal secara terpisah pisah dalam bebrapa bab sesuai dengan bab tersebut. Oleh karena itu ,pola penyampaian hadist Imam Bukhari semacam ini lebih kuat daripada Imam Muslim Al Hajjaj. Alasannya karena Imam Bukhari tidak mengambil hadist dari syaikh kecuali syaik tersebut memperoleh hadist dengan cara sima'ah (mendengar lngsung) dari syaikhnya. Adz Dzahabi berkata Dalam shohih uslim tidak di jumpai hadisr 'ali ( Hadist dengan jumlah perawinya lebihsedikit ketika di riwayatkan melalui jalur lain) Kecuali jumlahnya sangat sedikit seperti hadist al Al qa'nabi dari Aflah bi Humaid dan hadist dari Hammad bin salamah,Hammam, Malik dan Al laits. Dalam shahih muslim tidak di jumpai hadist 'ali dari su'bah, Sufyan Ats Tsauri dan Israil.

        Berangkat dari uraian ini,ada beberapa ulama yang berpredikat hafizh ketika melihat karya Imam Muslim ini, mereka menulis kembali para perawi shahih Muslim dengan dua atau tiga derajat lebih tinggi dari perawi kitab semula. Kitab itu kemudian mereka namakan Al Mustakhroj 'ala Shahih Muslim. Mereka uang menulis Al Mustakhraj 'Ala Shahih Muslim antara lain Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Raja', Abu Awanah Ya'qub bin Ishaq Al Isfarayini dengan penambahan matan hadist yang sebagian sanadnya lemah, Abu Ja'far Ahmad bin Hamdan Az Zahid Al Hiri, Abul Walid Hisan bin Muhammad Al Faqih, Abu Hamid bin Muhammad Asy Syaraki Al Harawi, Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Zakariya Al Jauzaki dan Abu Ali Al Masarajzi.

        Al Hafizh berkata : Setelah Abul Qasim Ibnu Asakir di awal kitab karyanya Al Athraf selsai menyebutkan hadist hadist dari shahih Al Bukhari, dia memulai hadisr hadist ari shahih muslim dengan menempuh cara sebagaimana Imam Muslim bin Al Hajjaj. Dia mentakhrif dan menyusun kembali shahih muslim menjadi dua bagian. Bagian pertama untuk para perawi ahlu al itqan dan bagian kedua untuk para perawi Ahlu At Tarawi wa As Sidik yang belum mencapai tingkatan perawi tsabit. Namun sayang sekali,sebelum dari cita citanya itu, ibnu Asakir telah di panggil ALLAH. Walau demikian,kitab yang sempurna itu telah tersebar dan banyak di manfaatkan. Al Hakim berkata, Imam Muslim dalam kitab karyanya Shahih Muslim sebenarnya ingin meriwayatkan hdist yang shahih menurutnya menjadi tiga bagian dari tiga Tabaqah perawi. Kenyataan ini telah di sebutkan Imam Muslim dalam muqaddimahnya. Akan tetapi baru saja selesai dari Thabaqah pertsama, Imam Muslim telah meninggal.

        Peryataan Al Hakim ini hanya sekedar dakwaan tanpa bukti. Al Hakim mengatakan bahwasanya Imam Muslim tidak meriwayatkan hadist dalam Shahih Muslim kecuali dari seorang sahabat yang masyhur. Hadist dari sahabat ini lalu di riwayatkan dua orang perawi atau lebih yang tsiqah,dan hadist dari perawi tsiqah ini kemudian di riwayatkan dua perawi atau lebih yang tsiqah dan begitu seterusnya. Pernyataan Al Hakim ini dikomentari Abu Ali Al Jayyani dengan berkata "Maksud pernytaab Al Hakim ini adalah bahwa apabila hadist dari saahabat atau hadisrt dari tabi'in diriwayatkan dua orang, maka keberadaan hadist tersebut tidak akan masuk dalam kategori hadist yang majhul (tidak di ketahui). Al Qadi Iyadh berkata : Penakwilan Al Hakim bahwa Imam Muslim meninggal sebelum mnyelesaikan maksudnya mencantumkan ketiga tabqah perawi kecuali tabaqah pertama saja,maka aku berkata Kalau di perhatikan penulisan hadist dalam Shahih Muslim, maka akan kita temukan ketiga tabaqhah perawi tanpa ada pengulangan. Imam Muslim dalam Tabaqah pertama menyebutkan hadist dari para perawi yang hafizh. Kemudan mengiringinya dengan para perawi yang tidak termasuk perawi Ahlu Al Haziq wa Al Itqan (Ahli berfikir dan ahli meriwayatkan hadist). Dalam keterangan Imam Muslim di sebutkan bahwa perawi ahlu al haziq wa al itqan ini kedudukannya berada di bwah tabaqah pertama.

        Sedangkan thabaqhah ketiganya adalah sekelompok perawi yang para utama ahli hadist berbeda pendapat mengenai mereka ini . Sebagian ulama menganggapnya baik, dan sebagian lagi tdak demikian. Dan perlu di ketahui bahwa Imam Muslim hanya meriwayatkan hadist dari perawi thabaqah ketiga perawi ini perawi yang di anggap para ulama ahli hadist dhaif atau tertuduh bid'ah. Cara Imam Muslim ini adalah seperti cara yang di tempuh oleh Imam Al Bukhari dalam kitab sahihnya. Pada akhirnya Al Qadhi Iyadh berkata Imam Muslim dalam kitab shahih muslimtelah mencakup ke tiga thabaqah yang di maksudkan Al Hakim dan tidak mencantumkan para perawi dari tabhaqah keempat. Adz Dzahabi menambahkan Bhakan Imam Muslim telah meriwayatkan dari para perawi dari thabaqah pertama. Dan untuk hadist berikutnya, hadist ke dua, Imam Muslim hanya sedikit sekali meriwayatkan perawi dari perawi thabaqah kedua yang kapasitas perawi trsebut dianggap munkar. an untuk hadist ke tiganya Imam Muslim meriwyatkan dari perawi thabaqah ke tiga dalam jumlah yang sedikit sekali. Terlebih lagi, hadist ketiga ini kedudukannya sebagai hadist syawahid,i'tibarat dan mutab'ah(saksi, memberiperhatian dan berfungsi mengikuti).

        Untuk hadist dari perawi thabaqah ketiga dengan kedudukan hadist yang demikian itu,Imam Muslim tidak menempatkan hadist mereka sebagai usul. Sebabnya apabila hal yang demikin di lakukan Imam Muslim maka kitab shahihnya akan lebih tebal lagi,dua kali lebih besar dari yang ada sekarang ini. Disamping itu tentu kitab shahihnya akan lebih jauh dari derajat keshahihan. Mereka yang termasuk dalam thabaqah ke tiga ini adalah Atha' nin As Syaib, Laits, Yazid bin Abi Ziyad, Aban bin Sham'ah, Muhammad bin Ishaq, Muhammad bin Amr bin Alqamah dan perawi yang selevel dengan mereka. Imam Muslim tidak meriwiyatkan hadist dari mereka ini kecuali setelah ada hadist dari perawi thabaqah pertama dan atau hadist riwayat mereka mempnyai ushul. Sedangkan bagi imam ahmad dalam ktab karyanya Al Musnad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan yang lain, mereka banyak meriwayatkan hadist dari tabaqah ketiga ini. Dan apabila mereka meriwayatkan dari para perawi yang dhaif dari thabaqah keempat, mereka menyeleksinya berdasarkan ijtihad mereka. Walau demikian, hadist dari para perawi yang dhaif tersebut tidak sert merta di keluarkan secara keseluruhan.

        Mengenai perawi dari thabaqah kelima, para ulama ahli hadist sepakat untuk tidak menggunkan mereka. Hadist mereka di tinggalkan karena banyak alasan, di antaranya mereka tidak mengerti hadist, tidak dhabit dalam meriwayatkan dn mereka muttaham (tertuduh atau masih meragukan). Oleh karena itu, Imam Ahmad dan Imam An Nasa'i jarang sekali bahkan nyaris sama sekali tidak meriwayatkan hadist dari perawi thabaqah kelima ini. Biarpun Imam Abu Isa At Tirmidzi telah meriwayatkan hadist dari perawi thabaqah kelima ini,akan tetapi selain jumlahnya sedikit dia juga telah berusaha menjelaskan sesuai  ijtihadbya. Imam Ibnu Majjah telah mencantumkan thabaqah kelima ini, biarpun sedikit tetapi dia tidak menjelaskannya. Dan Imam Abu Dawud ketika meriwayatkan dari perawi thabaqah kelima ini, dia menjelaskannya. Sedangkan thabaqah keenam terdiri dari kelompok kaum rawafidh yang ghulu, yang terlalu ekstrim atau berlebih lebihan, kelompok penyekte jahmiyah, kelompok yang kadzhab al wadhadha' (pembohong yang meletakkan hadist maudhu') dan kelompok matrukin al mutahauwikin (di tinggalkan hadistnya karena riwayatnya kacau).

        Mereka yang termasuk dalam thabaqah keenam antaranya Umar bin As Shabah,Muhammad al Maslub, Nuh bin Abi Maryam, Ahmad Al Juwaibari dan Abu Khudzaifah Al Bukhari. Dalam kitab kitab hadist tidak ada nama nama mereka  selain Umar bin As Shobah karena Ibnu Majjah telah mengeluarkan satu hadist yang tidak benar darinya. Ibnu Majjah telah mengeluarkan satu hadist dari Al Waqidi yang namanya ditadliskan (palsukan) dan di samarkan. Imam An Nawawi berkata "Di antara keterangan yang menganggulkan kitab sahih muslim atau kitab sahih Al Bukhari adalah apa yang di sampaikan Makki bin Abdan, seorang ulama yang hafidz dari naisabur". Makki berkata "Aku telah mendengar muslim bin Al Hajjaj berkata Kalau para ulama ahli hadist menulis selama dua ratus tahun, maka hasilnya akan seperti kitabku Ash Sahih ini. Aku telah sodorkan kitabku ini kepada Imam Abu Zur'ah Ar Razi dan semua hadist yng menurutnya ber illat aku tinggalkan dan tidak kucantumkan di sni". Selain Makki, Abu Bakar Khatib Al Baghdadi Al Hafizh dengan sanad dari Imam Muslim, dia berkata"Aku telah manulis kitab karyaku Al Musnad As Shahih ini dari 300.000 hadist pilihan yang masmu'ah.

4.KECERMATAN DAN KESELEKTIFANNYA DALAM MENENTUKAN HADIST

        Imam An Nawawi secara ringkasnya berkata : Imam Muslim dalam mencantumkan hadist hadist dalam kitab karyanya As Shahih menempuh jalan yang sangat cermat,teliti,wira'i dan disertai pengetahuan yang dalam di bidang Al Hadist. Cara tersebut menunjukkan bahwa dia dia merupakan ssok ulama yang selain kaya akan dasar dasar ilmu,wacana ,pengetahuan, dia juga jeli,lihai,selektif,cermat dan lhai memaparkan hadist. Semua kelebihn ini terlihat jelas dari apa yang telah di tuangkan dalam karyanya. Tidak banyak ulama yang mampu melakukan sebagaimana Imam Muslim. Semoga ALLAH memberikan rahmat kepada NYA. Dalam kesempatan ini aku (An Nawawi) ingin menyampaikan sepatah kalimat kelebihan Imam Muslim. Aku berharap apa yang aku sampaikan ini dapat menunjukkan kelebihan kelebihan Imam Muslim yang lain. Kalimat yang aku maksudkan itu adalah, "Sesungguhnya manusia setelah masa Imam Muslim tidak akan pernah tahu kelebihan kelebihan yang dimiliki Imam Muslim dalam bidang hadist kecuali ia melihat dan memperhatikan secara seksama kitab karyanya.

        Dari kitab Shahih Muslim tersebut, manusia akan mengetahui bahwa betapa ahli dalam ilmunya dan betapa banyak disiplin ilmu yang telah di kuasai Imam Muslim sehingga mampu menelurkan sebuah karya seperti ini. Yang jelas untuk menelurkan karya seperti ini di tuntuk pengusaan berbagai pengetahuan mulai dari fiqih dan ilmu ushulnya, Bahasa Arab, nama perawi hadist berikut sejarahnya, illat pada sanad dan illat pada matan hadist dan lain lain. Dengan karyanya tersebut, dapat di ketahui bahwa Imam Muslim adalah seorang yang kreatif,tajam dan cemerlang pikirannya. Di sisi lain dia juga sering bersinggungan dengan par penulis yang lain dan berdiskusi dengan mereka.

          Di antara sikap selektifnya adalah membedakan antara haddatsana dan akhbarana ketika meriwayatkan atau memperoleh hadist dari saikhina dan ini merupakan madzab Imam Muslim. Baginya sesungguhnya haddatsana tidak boleh di gunakan kecuali seseorang telah mendengarkan hadist dari syaikh secara sendirian. Sedangkan akhbarana apabila seorang perawi membacakan hadist kepada syaikh. perbedaan penggunaan ini merupakan Madzab Imam As Syafi'i dan mayoritas ulama di belahan bagian timur. Imam Muslim juga membedakan istilah yang di gunakan perawi hadist dari haddatsan fulan wa fulan wa al lafazh li fulan (fulan dan fulan memberikan hadist kepada kami dan lafazh hadist ini menurut riwayat fulan pertama), qala (ia-satu orang berkata) dan qaala (mereka berdua berkata).

        Dia juga menjelaskan ketika terjadi perbedaan huruf dalam matan hadist,nama perawi atau nasabnya dan sejenisnya. Yang demikian itu karena terkadang perbedaan itu dapat merubah makna,terkadang maknanya berbeda dan terkadang juga tidak berpengaruh terhadap makna. Yang jelas,penjelasan perbedaan ini sifatnya tersamar yang hanya di ketahui oleh uama yang mahir dan menguasai hadist secara dalam. Perbedaan perbedaan ini telah aku sampaikan di depan, tepatnya dalam al fasl (bagian) pertama ketika mengungkap kandungan fiqih hadist yang tersembunyi berikut pandangan pandangan madzhab ulama fiqig terhadap hadist tersebut. Imam Muslim juga mengkritisi dan menjelaskan riwayat perawi dari sakhifah (lembaran) semisal hadist riwayat Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah. Yang demikian itu, seperti perkataan perawi "Muhammad bin Rafi" telah memberikan hadist kepada kami,dia berkata Abdurrozak telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata Ma'mar telah memberikan hadist kepada kami dari Hamma, ia berkata Dengan inilah Abu Hurairah telah memberikan hadist kepada kami dari Muhammad SAW. Dalam lembaran itu terdapat hadist yang berbunyi :

            "Apabila kalian hendak melakukan wudhu,maka beristinssaqlah (memasukkan air ke dalam hidung)"

        Imam Muslim juga memberikan penjelasan mengenai perawi hadist,misanya adalah perkataan perawi Abdulah -namanya Maslamah- telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata Sulaiman -Ibnu Bilal- telah memberikan hadist kepada kami dari yahya -Ibnu Said-. Dalam hal ini Imam Musli tiak serta merta langsung berkata Sulaiman bin Bill dari Yahya bin Said. Karena ketika Imam Muslim menerima dari syaikhnya, nama nama tersebut tidak di nisbatkan kepada ayahnya. Kalau syaikh meriwayatkan kepada Imam Muslim dengan nama perawi di nisbatkn kepada ayahnya, maka dia akan menyampaikan dengan nisbatnya sebagaimana dia menerimanya.Imam Muslim juga sangat berhati hati dan jeli ketika mengumpulkan jalur jalur periwayatan hadist. Oleh karena itu redaksi kitabnya sangat bagus karena singkat,padat,ramping, dan jelas. Penempatan hadist hadist dengan rapi, tersusun berdasarkan maknanya menunjukkan menunjukkan bahwa ilmu pelakunya sangat dalam. Hal itu hanya di lakukan ketika pelakunya menguasai makna khitab hadist, dasar dasar suatu kaidah, rahasia rahasia ilmu sanad, tingkatan para perawi hadist dan lain sebagainya.

5.JAWABAN TERHADAP ORANG YANG MENCELANYA KARENA TELAH MERIWATKAN HADIST DARI PARA PERAWI YANG DI KLAIM DHAIF

        Imam An Nawawi yang secara ringkasnya mengatakan "Sebagian orang yang telah mencela Imam Muslim karena telah meriwayatkan hadist dari sekumpulan perawi yang dhaif dari thabaqah kedua. Padahal mereka tidak termasuk kriteria perawi hadist shahih." Pada dasarnya ini bukanlah suatu yang aib bagi Imam Muslim. Pernyataan celaan di atas dapat di klarifikasi dengan berbagai jawaban seperti telah di sebutkan Abu Amr Ibnu As Shihah. Jawaban itu antara lain:

    Pertama: Bisa jadi perawi itu dhaif bagi orang lain dan tsiqah bagi Imam Muslim. Tidak bisa di katakan bahwa Al Jarh muqaddam 'ala at ta'dil (pernyataan cacat didahulukan atas pernyataan adil) sepanjang jarh itu tidak menjelaskan sebab sebabnya.

        Abu Bakar bin Ali bin Tsabit Al Imam Al Hafizh yang sering di sebut dengan nama Al Khatib Al Baghdadi saja telah berkata "sekelompok perawi yang telah di gunakan hujjah oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud telah mendapatkan tikaman dan celaan dari sekelompok orang. Dimungkinkan tikaman dan celaan orang tersebut bukanlah celaan ,karena pernyataan mereka tidak di sertai penjelasan penjelasan dan sebab sebab yang jelas."

    Kedua: Perawi yang mereka klaim dhaif itu hadist riwayatnya menjadi sekedar penguat dan bukan yang di kuatkan.

        Keterangannya adalah sebagai berikut, Imam Muslim akan selalu menyebutkan hadist pertama sebagai ushul dengan sanad hadist yang tsiqah. Hadist dan sanad yang demikian ini, oleh Imam Muslim kemudian diikuti beberapa hadist lain yang maknanya seperti hadist pertama dan dengan sanad yang lain pula. Fungsi fungsi hadist di bawahnya ini adalah sebagai penguat hadist pertama dan kedudukannya sebagai syawahid. Dalam sanad Hadist syawahid inilah terkadang terdapat perawi dhaif yang merka klaim. Terkadang dalam hadist syawahid ini terdapat matan tambahan, sehingga ketika Imam Muslim menyebutkannya, maka dia memberikan keterangan bahwa ada suatu manfaat yang dapat di petik dari tambahan tersebut.

    Ketiga: Bisa jadi perawi yang mereka klaim dhaif itu akibat sesuatu yang bersifat baru yang di alami perawi. Yang demikian bukanlah hal buruk sepanjang Imam Muslim mengambil hadist darinya di saat ia masih sejat atau selamat dari cela.

        Sebagai contoh adalah apa yang terjadi Ahmad bin Abdirrahman bin Wahb, anak saudara ABdullah bin Wahab. Abu Abdullah Al Hakim telah menyatakan bahwasanyaAhmad bin Abdirrahman mengalami pikun setelah tahun 250 Hijriyah. Perlu di mengerti bahwapada tahun itu, Imam Muslim telah keluar dari Mesir. Demikian pula Said bin Abi Arubah dan Abdurrozak yang mengalami pikun di akhir akhir hidup mereka. Kenyataan ini bukan berarti tidak boleh menggunakan hadist riwayat dari mereka sebagai Hujjah sepanjang mengambil hadist dari para perawi tersebut sebelum mengalami pikun.

    Keempat: Imam Muslim menghendaki hadist dengan sanad 'ali biarpun dengan perawi dhaif sepanjang Imam Muslim mempunyai sanad lain yang tsiqah tetapi nazil. Kemudian Imam Muslim hanya menyebutkan sanad 'ali tersebut tanpa menyebutkan sanad nazil karena merasa cukup bahwa para ulama ahli hadist telah mengetahuinya.

6.ANTARA SHOHIH MUSLIM DAN SHAHIH MUSLIM

        Imam An Nawawi berkta Bahwa para ulama bersepakat bahwa kitab paling shahih setelah Al Quran adalah kitab shahihain, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang keduanya telah di terima umat. Sedangkan di antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Kitab Shahih Bukhari adalah yang paling shahih, paling banyak manfaatnya dan paling banyak menyimpan pengetahuan, baik tersirat maupun tersurat. Berdasarkan kabar yang valid dan shahih, Imam Muslim telah berguru pada Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengakui bahwasanya tidak ada ulama yang seperti Imam Bukhari. Berangkat dari sini, kami melihat bahwa Shahih Bukhari lebih rajih daripada Shahih Muslim. Pendapat seperti ini merupakan madzhab pilihan jumhur ulama, madzhab kelompok cerdik pandai dan orang orang yang menyelami hadist berikut rahasia rahasianya.

        Akan tetapi di sana terdapat pendapat lain. Abu Ali Husain bin Ali An Naisaburi Al Hafidz, guru Abu Abdillah Al Hakim Ibnu Ar Rabi dia berkata "Kitab Shahih Muslim lebih Shahih daripada Shahih Bukhari." Pendapat Abu Ali ini telah di ikuti sebagian ulama islam di belahan bagian barat. Padahal yang benar adalah pendapat pertama yang mengatakan bahwa shahih Bukhari lebih shahih dari Shahih Muslim. Abu Bakar Al Hafizh Al Faqih An Nazhzhar dalam kitab karyanya Al Madkhal telah enetapkan bahwa kitab Shahih Bukhari lebih rajih daripada Shahih Muslim. Abu Abdirrahman An Nasa'i berkata Semua kitab kitab dalam bidang hadist ini tidak ada yang lebih baik melebihi kitab Shahih Al Bukhari.

        Imam An Nawawi berkata : Singkat kata ulama telah menyatakan bahwa Imam Bukhari lebih unggul dan lebih pandai dalam membuat buku hadist karena Imam Muslim telah berguru kepadanya. Di samping itu, Imam Muslim ketika memilih hadist juga atas petunjuk Imam Bukhari. Setelah itu mam Muslim baru megoleksi dan memilih kembali hadist hadist riwayatnya selama enam belas tahun dari ribuan buku hadist Shahih. Di antara faktor kelebihan Imam Bukhari atas Imam Muslim adalah alam kriteria penerimaan hadist. Dalam madzhab Imam Muslim, 'An'anah di beri hukum muttasil sebagaimana sami' itu apabila antara murid dan guru berada dalam satu masa yang sama, walaupun belum jelas apakah ke duanya pernah bertemu atau tidak. Sedang bagi Imam Bukhari, keduanya tidak bisa di beru hukum muttasil sebelum terbukti bahwa ke duanya pernah bertemu. Dari ketentuan kriteria penerima hadist saja dapat di ketahui bahwa kriteria Imam Bukhari jauh lebih ketat daripada kriteria Imam Muslim. Sedangkan di dalam metode pemaparan hadist, Imam Musim telah berbeda dengan Imam Bukhari. Pemaparan Imam Muslim lebih mudah sesuai syarat yang di tetapkannya, satu hadist di tempatkan dengan berbagai macam sanad denga aneka ragam redaksi matannya. Oleh karena itu orang yang melihatnya akan cepat memahami, mengambil manfaat dan merasa yakin dengan semua sanad tersebut.

        Sedangkan metode Imam Bukhari adalah menyebutkan satu hadist dengan memenggalnya sesuai dengan bab bab yang sering kali letaknya berjauhan. Bahkan tidak jarang Imam Bukhari menyebutkan satu hadist tidak sesuai dengan babnya karena pemahaman istimbat Imam Bukhari yang sangat dalam. Akibatnya bagi yang tidak mengerti dan memahaminya akan mengklaim bahwa shahih muslim jauh lebih utama. Berkat mtode ini pulalah, seseorang akan mengalami kesulitan mendapatkan satu hadist dengan berbagai macam sanadnya, maka keyakinan pembaca pun tidak optimal sebagaimana ketika melihat Shahih Muslim. Jalaluddin As Suyuti ketika menafsiri perkataan Imam An Nawawi dalam kitab karyanya At Taqrib ia berkata : Di antara ke duanya yang lebih shahih dan lebih banyak manfaatnya adalah shahih Bukhari. Menurut pendapat lain Shahih Muslim lebih Shahih. Pendapat yang enar adalah yang pertama, yaitu Shahih Bukhari lebih shahih daripada Shahih Muslim. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama. karena kriteria yang di tetapkan Imam Bukhari lebih menjamin untuk muttasil dan syaratnya lebih ketat.

7.GURU DAN MURID MURIDNYA

        Guru dari Imam Muslim adalah:

- Yahya bin Yahya An Naisaburi

- Qutaibah bin Said

- Ishaq bin Rahawaih

- Muhammad bin Amr Zunaijan

- Muhammad bin Mahran Al Jammal

- Ibrahim bin Musa Al Farra'

- Ali bin Al Ja'ad

- Ahmad bin Hambal

- Ubaidillah Al Qowariri

- Khalaf bin Hisyam

- Suraij bin Yunus

- Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi

- Abi Ar Ra'bi Az Zahrani

- Ubaidillah bin Muadz

- Umar bin Hafs bin Giyats

- Amr bin Thalhah Al Qanadah

- Malik in Ismail An Nahdi

- Ahmad bin Yunus

- Ahmad bin Jawwas

- Ismail bin Uwais

    Dalam tahdzib al kamal, 27/499-504, Al Mizzi telah menyebutkan bahwa guru Imam Muslim sebanyak 224 orang

Dan murid Imam Muslim adalah sebagai berikut:

- Ibrahim bin Abi Thalib

- Al Husain bi Muhammad Al Qubbani

- Ali bin Al Husain Al Junaid Ar Razi

- Ibnu Khuzamah

-  Abul Abbas As Siraj

- Ibnu Sha'id

- Abu Hamid Ibnu As Syarqi

- Abu Awwanah Al Isfarayini

- Abu Hamid Ahmad bin Hamdun Al A'masy

- Said bin Amr Al Bardzaghi

- Abdurrahman bin Abi Hatim

- Nashraq bin Ahmad bin Nashr Al Hafizh

- Ahmad bin Ali bin Al Husain Al Qalansi

- Ibrahim bin Muhammad

    Murid Imam Muslim yang terakhir meninggal adalah Abu Hamid Ahmad bin Ali bin Hasnawaih Al Muqri,

8. MENINGGALNYA

        Imam Adzahabi berkata "Imam Muslim meninggal pada bulan Rajab tahun 261 Hijriyah di Naisabur, ketika dia meninggal, usianya mencapai lebih dari 50 tahun nan". Kisah Imam Muslim meninggal telah di sebutkan Al Khatib Al Baghdadi dalam kitab karyanya Tarikh Baghdad . Al Khatib berkata Sewaktu Imam Muslim sedang mengajar, ada seorang menanyakan sebuah hadist yang Imam Muslim tidak mengetahuinya. Imam Muslim lalu keluar daru ruangan tempat mengajarnya menuju rumahnya. Setelah menyalakan lampu, dia berpesan kepada keluarganya bahwa malam itu ia tidak boleh di ganggu. Salah satu keluarga Imam Mulsim berkata Pada waktu yang bersamaan  kami menerima hadiah korma, lalu kami menyuguhkan korma tersebut kepada Imam Muslim. Di saat dia mencari hadist,tangannya mengambil korma satu demi satu dan memakannya sampai kenyang,ketika korma itu habis dia baru menemukan hadist yang di maksud. Bermula dari makan korma itulah Imam Muslim menderita sakit perut dan akhirnya meninggal. Abu Abdillah Al Hakim juga menyebutkan kisah ini, ia berkata "Dari kisah beberapa sahabatku, semakin yakinlah aku bahwa Imam Muslim meninggal akibat makan korma"

    #SUMBER KISAH INI DARI BUKU 60 BIOGRAFI ULAMA SALAF

        

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Biografi lengkap Imam Muslim (Imam Muslim Bin Al Hajjaj An Naisuri)"

Posting Komentar